Selamat Datang di Webblog MEDIA PEMBELAJARAN PGSD/A 2010

Mendeskripsikan Ciri-ciri Paruh Burung Berdasarkan Jenis Makanannya


MEDIA PEMBELAJARAN

Standar Kompetensi :
1.      Memahami macam-macam bentuk paruh burung berdasarkan jenis makanannya.

Kompetensi Dasar :
1.1  Mendeskripisikan ciri-ciri paruh burung berdasarakan jenis makanannya.

Indikator :
1.      Siswa mampu menjelaskan macam-macam paruh burung berdasarkan jenis makanannya.
2.      Siswa mampu menjelaskan ciri-ciri paruh burung berdasarkan jenis makanannya.

Nama Kelompok :
1.      Dita Wahyu Nur M (100401140031)
2.      Rizky Eka Susanti (100401140035)
3.      Rizal Ali Murfi (100401140036)
PGSD/A


UNIVERSITAS  KANJURUHAN MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI S-1 PGSD
April 2011




















A.    BURUNG ELANG
Burung pemakan daging seperti elang memakan tikus, tupai, ayam, dan lain sebagainya. Cirri-ciri paruh burung pemakan daging sperti elang yaitu paruhnya pendek, tajam, kuat, besar, setengah melingkar, tidak bergigi, dan runcing (paruh elang yang sedemikian rupa bisa mencabik-cabik mangsanya). Terdapat juga sebagian elang yang menangkap ikan sebagi makanan utama mereka.

B.    BURUNG PELIKAN


Burung pelikan adalah salah satu jenis burung pemakan ikan. Ciri-ciri paruh burung pelikan yaitu bentuk paruhnya panjang dan berkantong besar pada bagian bawah untuk menyimpan ikan. Selain untuk menyimpan ikan, kantong yang  dimiliki burung pelican ini juga digunakan untuk menggendong anaknya.

                Gambar burung pelikan!!!!!!!!!!!








C.     BURUNG PIPIT
Burung pipit adalah burung pemakan biji-bijian. Ciri-ciri paruh burung pemakan biji-bijian adalah paruhnya pendek, tebal, runcing, dan tajam. Paruhnya berfungsi untuk memecah biji-bijian seperti padi.

                             GAMBAR PARUH BURUNG ELANG

Gambar Paruh Burung Pipit







































Cerita Dongeng dengan Boneka Jari



 Pada zaman dahulu kala tinggallah seekor itik yang sedang hamil tua. Itik tersebut hidup sebatangkara. Dia menjanda, ditinggal oleh suaminya. Suaminya meninggal ketika dia hamil. Suami itik meninggal karena penyakit yang di deritanya. Sembilan bulan lamanya dia mengandung, menunggu kelahiran anak tercintanya. Sampai pada akhirnya hari bahagia itu pun tiba. Lahirlah bayi itik kembar yang lucu dan cantik. Ibu itik terlihat sangat bahagia dengan kelahiran anak-anaknya tersebut. Ibu itik merawat bayinya dengan rasa penuh cinta dan kasih sayang. Bayi-bayi itik itu terlihat sangat lucu dan menggemaskan. Bayi-bayi itik itu bernama Shinta dan Jojo. Kini  Shinta dan Jojo berubah menjadi itik kecil, mereka bukan lagi bayi-bayi itik. Shinta dan Jojo terlihat sangat bahagia sekali meskipun mereka tidak memiliki figure seoranga ayah tapi mereka memiliki seorang ibu yang sangat mencintai mereka. Shinta dan Jojo sangat bangga kepada ibunya, karena ibunya sanggup merawat mereka sampai saat ini.  Ketika usianya sudah cukup umur, ibu itik mengajari kedua anak kembarnya tersebut untuk belajar berenang. Ibu itik mengajak anak-anaknya pergi ke sungai untuk belajar berenang. Shinta dan Jojo bingung untuk apa mereka pergi ke sungai dan mereka pun bertanya pada ibunya, “bu, kenapa kita pergi ke sungai?”, tanya Shinta dengan rasa penuh penasaran. “Iya bu kenapa kita kesini?”, sahut Jojo segera. Ibu itik tersenyum dan berkata,”anak-anakku yang manis, disini ibu akan mengajari kalian berenang, karena sudah waktunya kalian untuk mencari makan sendiri dan hidup mandiri!”. Kemudian Shinta dan Jojo berkata,”owh…………begitu ya bu? Baiklah kita akan belajar dengan sungguh-sungguh bu!”. “Pintar anak-anak ibu!”, kata ibu itik dengan tersenyum manis. Ibu itik mulai mengajak Shinta dan Jojo untuk masuk ke dalam air. Pada awalnya mereka berdua merasa takut untuk masuk kedalam air tapi karena semangat dan motivasi dari ibu tercinta, Shinta dan Jojo dapat menghilangkan rasa takut tersebut. Dan pada akhirnya mereka berdua memberanikan diri untuk masuk ke dalam air. Dengan penuh kesabaran, ibu itik mengajari Shinta dan Jojo bagaimana cara berenang. Shinta dan Jojo memperhatikan betul dan melihat bagaimana cara ibunya berenang. Kemudian ibu itik menyuruh Shinta dan Jojo untuk mulai berenang. “Anak-anakku tadi kan kalian berdua sudah melihat bagaimana cara ibu berenang, nah sekarang giliran kalian berdua untuk mencoba berenang”, kata ibu itik pada Shinta dan Jojo. “Tapi bu…………..!”, jawab Shinta dan Jojo dengan rasa takut dan gugup. “Kami takut bu………..!!!!!!!!!”, sambung mereka berdua. Kemudian Ibu Itik berkata,”sudahlah anak-anakku tidak apa-apa kan ada ibu disini? Ibu akan menjaga kalian berdua jadi kalian tenang saja. Kalau kalian tidak mau mencoba maka sampai kapanpun kalian tidak akan bisa berenang anak-anakku”. Setelah mendengar perkataan ibu itik, keberanian Shinta dan Jojo pun timbul dan secara perlahan mereka belajar untuk berenang. Pada awalnya mereka selalu tenggelam dan tenggelam ketika berenang tapi mereka berdua tidak putus asa dan tetap mencoba untuk berenang. Alhasil, usaha mereka berdua tidak sia-sia. Mereka berdua berhasil dan bisa berenang. Mereka sangat bahagia dan mengucapkan terima kasih kepada ibu tercinta. “Terima kasih ibu, ibu telah mengajari kami berenang tanpa rasa lelah dan putus asa”, ucap Shinta dan Jojo pada ibunya. Kemudian ibu itik berkata,”iya sama-sama anakku, ibu juga merasa bangga pada kalian karena kalian mau berusaha dan tidak mudah putus asa”. Mereka berenang kesana kemari dengan hati yang bergembira. Ibu itik terlihat sangat senang dan merasa bangga pada Shinta dan Jojo karena mereka mau berusaha dan tidak mudah putus asa. Akhirnya Shinta dan Jojo pun pandai berenang. Dan dengan begitu mereka berdua dapat membantu ibunya untuk mencari makanan. Keluarga itik itu pun hidup bahagia bersama selamanya.
“Untuk mendapatkan sesuatu kalian harus selalu berusaha, tetap mencoba dan tidak boleh berputus asa meskipun seringkali kita mengalami kegagalan. Kita harus menjadikan kegagalan itu sebagai pengalaman dan menganggapnya sebagai keberhasilan yang tertunda. Karena dibalik kegagalan pasti ada keberhasilan dan kesuksesan. Jadi tetaplah berusaha dan sukses selalu”. ^_^

Plastisin




Mendongeng dengan Boneka Jari






Seekor Anjing, Ayam Jantan dan Rubah

Seekor anjing dan seekor ayam jantan yang berteman akrab, berharap bahwa satu saat mereka akan dapat berkeliling dunia dan menemukan petualangan baru. Sehingga mereka kemudian memutuskan untuk meninggalkan tanah pertanian dan melakukan perjalanan keliling dunia melalului sebuah jalan yang menuju ke hutan. Kedua sahabat itu berjalan bersama dengan semangat dan tidak bertemu dengan petualangan yang mereka sering bicarakan.
Pada malam hari, ayam jantan, mencari tempat untuk bertengger seperti kebiasaannya, dia melihat sebuah pohon yang berlubang dan dipikirnya pohon tersebut sangat baik untuk dijadikan tempat menginap. Sang anjing dapat menyelinap ke  dalam lubang pohon tersebut dan sang ayam dapat terbang ke atas salah satu dahan pohon tersebut. Keduanya lalu tertidur dengan nyenyak di pohon tersebut.
Disaat fajar mulai menyingsing, ayam jantan tersebut terbangun dan sejenak dia lupa dimana dia berada. Dia mengira dirinya masih di tanah pertanian dimana tugasnya adalah membangunkan seisi rumah pada pagi hari. Sekarang dengan berdiri diatas jari kakinya, dia mengepakkan sayapnya dan berkokok dengan semangat. Tetapi bukannya petani yang terbangun mendengar dia berkokok melainkan dia membangunkan seekor rubah yang tidur tidak jauh dari pohon tersebut. Rubah tersebut dengan cepat melihat ke arah ayam tersebut dan berpikir bahwa dia mendapatkan sarapan pagi yang sangat lezat. Dengan cepat dia mendekati pohon dimana ayam jantan bertengger, dan berkata dengan sopan:
"Selamat datang di hutan kami, tuanku yang agung. Saya tidak dapat berbicara bagaimana senangnya saya bertemu dengan anda di tempat ini. Saya merasa yakin bahwa kita akan menjadi teman baik."
"Saya merasa tersanjung, tuan yang baik." kata ayam jantan tersebut dengan malu-malu. "Jika kamu memang mau, pergilah ke pintu rumahku di bawah pohon ini, pelayanku akan membiarkan kamu masuk."
Rubah yang sedang lapar itu tidak mencurigai apapun, berjalan ke arah lubang dibawah pohon tersebut seperti yang disuruhkan, dan dalam sekejap mata anjing yang tadinya tidur di dalam lubang pohon itu menyergapnya.
Siapa yang akan menipu, akan menerima akibatnya sendiri.




sumber: link

Perempuan Tua dan hantu Jadi-jadian

Dahulu kala ada seorang wanita tua yang sangat-sangat gembira dan selalu penuh dengan sukacita, walaupun hampir tidak memiliki apa-apa, dan dia sudah tua, miskin dan tinggal sendirian. Dia tinggal di sebuah pondok kecil dan menghidupi dirinya dengan membantu tetangganya mengantarkan pesanan, dia hanya mendapatkan sedikit makanan, sedikit sup sebagai upahnya. Dia selalu giat bekerja dan selalu terlihat.
Disuatu sore, di musim panas, ketika dia  berjalan pulang ke rumahnya, dengan penuh senyuman seperti biasanya, dia menemukan sebuah pot hitam yang besar tergeletak di tanah!
"Oh Tuhan!" katanya, "Pot ini akan menjadi tempat yang bagus untuk menyimpan sesuatu apabila saya mempunyai apa-apa yang dapat disimpan disana! Sayangnya saya tidak memiliki apa-apa! Siapa yang telah meletakkan pot ini disini?"
Kemudian dia melihat ke sekeliling berharap bahwa pemiliknya tidak jauh dari sana, tapi dia tidak melihat siapapun disana.
"Mungkin pot ini memiliki lubang," katanya lagi,"dan karena itulah pot ini dibuang. Tapi pot ini akan sangat bagus bila saya meletakkan setangkai bunga dan menaruhnya di jendela rumahku, saya akan membawanya pulang."
Dan ketika dia mengangkat tutupnya dan melihat ke dalam. "Ya ampun!" teriaknya dengan terkagum-kagum. "Penuh dengan emas. Betapa beruntungnya saya!"
Di dalam pot tersebut dilihatnya tumpukan koin emas yang berkilap. Saat itu dia begitu terpana dan tidak bergerak sama sekali, kemudian akhirnya dia berkata
"Saya merasa sangat kaya sekarang, benar-benar kaya raya!"
Setelah dia mengucapkan kata-kata ini beberapa kali, dia mulai berpikir bagaimana dia dapat membawa harta karun itu kerumahnya. Pot berisi emas itu begitu berat untuk dibawa, dan dia tidak menemukan cara yang baik selain mengikat pot itu pada ujung selendangnya dan menariknya sampai ke rumah.
"Sebentar lagi hari akan menjadi gelap," katanya sendiri dan mulai berjalan. "Ah.. sekarang lebih baik! karena tetanggaku tidak akan melihat apa yang saya bawa pulang ke rumah, dan saya bisa sendirian saja sepanjang malam, memikirkan apa yang saya akan lakukan dengan emas ini! mungkin saya akan membeli rumah yang besar dan duduk-duduk di perapiannya sambil menikmati secangkir teh dan tidak bekerja lagi seperti seorang Ratu. Atau mungkin saya akan mengubur emas ini di taman dan meyimpan sedikit emas ini di teko tua ku, atau mungkin .. wah.. wah.. saya merasa tidak mengenal diri saya sekarang."
Sekarang dia merasa lelah karena menarik pot yang berat itu,  berhenti sejenak untuk beristirahat, dan berbalik melihat ke hartanya.
Dan dilihatnya pot itu tidak berisi emas, tapi hanya tumpukan koin perak di dalamnya.
Dia menatap pot itu dan menggosok matanya, dan menatap kembali.
"Saya berpikir bahwa pot tadi berisi emas! Saya mungkin bermimpi. Tapi ini adalah keberuntungan! Perak lebih tidak menyusahkan, gampang di pakai, dan tidak mudah dicuri. Koin emas mungkin membawa kematian untuk saya, dan dengan setumpuk koin perak ini..."
kemudian dia berjalan lagi sambil memikirkan apa yang harus dilakukannya, dan merasa seperti orang kaya, hingga akhirnya dia keletihan lagi dan berhenti beristirahat dan menengok kembali apakah hartanya masih aman; dan saat itu dia tidak melihat perak, melainkan setumpuk besi!
"Saya menyangka pot itu berisi perak! saya pasti bermimpi, Tapi ini adalah keberuntungan! sungguh menyenangkan. Saya dapat menjual dan mendapatkan satu penny untuk satu besi tua ini, dan satu penny lebih gampang di bawa dan di atur dibandingkan emas dan perak. Mengapa! karena saya tidak harus tidur dengan gelisah karena takut di rampok. Tapi satu penny betul-betul dapat berguna dan saya seharusnya menjual besi-besi itu dan menjadi kaya, benar-benar kaya."

kemudian dia berjalan lagi sambil memikirkan apa yang harus dilakukannya dengan uang penny nya nanti, hingga sekali lagi dia berhenti beristirahat dan menengok kembali apakah hartanya masih aman; dan kali ini dia tidak melihat apa-apa selain batu-batu besar dalam pot itu.
"Saya menyangka pot itu berisi bersi! saya pasti bermimpi, Tapi ini adalah keberuntungan! karena saya sudah lama menginginkan batu besar untuk menahan agar pintu pagar saya tetap terbuka. Sungguh hal yang baik memiliki keberuntungan."
Dia menjadi sangat ingin melihat bagaimana batu itu nanti bisa menahan pintu pagarnya agar selalu terbuka, dia akhirnya berjalan terus hingga tiba di pondoknya. Dia membuka pintu pagarnya, berbalik untuk melepaskan selendangnya dari batu besar yang tergeletak di belakangnya. Tetapi apa yang dilihatnya bukanlah batu besar, melainkan serpihan-serpihan batu.
Sekarang dia membungkuk dan melepaskan ujung selendangnya, dan - "Oh!" Tiba-tiba dia terlonjak kaget, sebuah jeritan, dan mahkluk yang sebesar tumpukan jerami, dengan empat kaki yang panjang dan dua telinga yang panjang, memiliki ekor panjang, menendang-nendang ke udara sambil memekik dan tertawa seperti anak yang nakal!
Wanita tua itu memandangnya sampai makhluk itu menghilang dari pandangan, kemudian akhirnya perempuan itu tertawa juga.
"Baiklah!" katanya sambil tertawa, "Saya beruntung! Cukup beruntung. Sungguh senang bisa melihat hantu jadi-jadian dengan mata kepala sendiri, dan bebas darinya juga! Ya Tuhan, saya merasa sangat bahagia!"
Kemudian dia masuk ke pondoknya dan tertawa sepanjang malam membayangkan kejadian tadi dan merasa betapa beruntungnya dia hari ini.





sumber: link

Kura-kura dan Sepasang Itik

Seekor kura-kura, yang kamu tahu selalu membawa rumahnya di belakang punggungnya, dikatakan tidak pernah dapat meninggalkan rumahnya, biar bagaimana keras kura-kura itu berusaha. Ada yang mengatakan bahwa dewa Jupiter telah menghukum kura-kura karena kura-kura tersebut sangat malas dan lebih senang tinggal di rumah dan tidak pergi ke pesta pernikahan dewa Jupiter, walaupun dewa Jupiter telah mengundangnya secara khusus.
Setelah bertahun-tahun, si kura-kura mulai berharap agar suatu saat dia bisa menghadiri pesta pernikahan. Ketika dia melihat burung-burung yang beterbangan dengan gembira di atas langit dan bagaimana kelinci dan tupai dan segala macam binatang dengan gesit berlari, dia merasa sangat ingin menjadi gesit seperti binatang lain. Si kura-kura merasa sangat sedih dan tidak puas. Dia ingin melihat dunia juga, tetapi dia memiliki rumah pada punggungnya dan kakinya terlalu kecil sehingga harus terseret-seret ketika berjalan.
Suatu hari dia bertemu dengan sepasang itik dan menceritakan semua masalahnya.
"Kami dapat menolongmu untuk melihat dunia," kata itik tersebut. "Berpeganglah pada kayu ini dengan gigimu dan kami akan membawamu jauh ke atas langit dimana kamu bisa melihat seluruh daratan di bawahmu. Tetapi kamu harus diam dan tidak berbicara atau kamu akan sangat menyesal."
Kura-kura tersebut sangat senang hatinya. Dia cepat-cepat memegang kayu tersebut erat-erat dengan giginya, sepasang itik tadi masing-masing menahan kedua ujung kayu itu dengan mulutnya, dan terbang naik ke atas awan.
Saat itu seekor burung gagak terbang melintasinya. Dia sangat kagum dengan apa yang dilihatnya dan berkata:
"Kamu pastilah Raja dari kura-kura!"
"Pasti saja......" kura-kura mulai berkata.
Tetapi begitu dia membuka mulutnya untuk mengucapkan kata-kata tersebut, dia kehilangan pegangan pada kayu tersebut dan jatuh turun ke bawah, dimana dia akhirnya terbanting ke atas batu-batuan yang ada di tanah.
Rasa ingin tahu yang bodoh dan kesombongan sering menyebabkan kesialan.


Sumber: link

Kepiting Muda dan Ibunya

"Mengapa kamu berjalan ke arah samping seperti itu?" tanya ibu kepiting kepada anaknya. "Kamu harus berjalan lurus ke depan dengan jari-jari kaki yang menghadap keluar."
"Perlihatkanlah saya cara berjalan yang baik bu," kata kepiting kecil itu kepada ibunya, "Saya sangat ingin belajar."
Mendengar kata anaknya, ibu kepiting tersebut mencoba untuk berjalan lurus ke depan. Tetapi dia hanya bisa juga berjalan ke arah samping, seperti cara anaknya berjalan. Dan ketika ibu kepiting tersebut mencoba untuk memutar jari-jari kakinya ke arah luar, dia malah tersandung dan terjatuh ke tanah dengan hidung terlebih dahulu.
Jangan menjelaskan bagaimana orang harus bertindak kecuali kamu dapat memberikan contoh yang baik.





Sumber: Link

Keluarga Itik Yang Bahagia

Pada zaman dahulu kala tinggallah seekor itik yang sedang hamil tua. Itik tersebut hidup sebatangkara. Dia menjanda, ditinggal oleh suaminya. Suaminya meninggal ketika dia hamil. Suami itik meninggal karena penyakit yang di deritanya. Sembilan bulan lamanya dia mengandung, menunggu kelahiran anak tercintanya. Sampai pada akhirnya hari bahagia itu pun tiba. Lahirlah bayi itik kembar yang lucu dan cantik. Ibu itik terlihat sangat bahagia dengan kelahiran anak-anaknya tersebut. Ibu itik merawat bayinya dengan rasa penuh cinta dan kasih sayang. Bayi-bayi itik itu terlihat sangat lucu dan menggemaskan. Bayi-bayi itik itu bernama Shinta dan Jojo. Kini Shinta dan Jojo berubah menjadi itik kecil, mereka bukan lagi bayi-bayi itik. Shinta dan Jojo terlihat sangat bahagia sekali meskipun mereka tidak memiliki figure seoranga ayah tapi mereka memiliki seorang ibu yang sangat mencintai mereka. Shinta dan Jojo sangat bangga kepada ibunya, karena ibunya sanggup merawat mereka sampai saat ini. Ketika usianya sudah cukup umur, ibu itik mengajari kedua anak kembarnya tersebut untuk belajar berenang. Ibu itik mengajak anak-anaknya pergi ke sungai untuk belajar berenang. Shinta dan Jojo bingung untuk apa mereka pergi ke sungai dan mereka pun bertanya pada ibunya, “bu, kenapa kita pergi ke sungai?”, tanya Shinta dengan rasa penuh penasaran. “Iya bu kenapa kita kesini?”, sahut Jojo segera. Ibu itik tersenyum dan berkata,”anak-anakku yang manis, disini ibu akan mengajari kalian berenang, karena sudah waktunya kalian untuk mencari makan sendiri dan hidup mandiri!”. Kemudian Shinta dan Jojo berkata,”owh…………begitu ya bu? Baiklah kita akan belajar dengan sungguh-sungguh bu!”. “Pintar anak-anak ibu!”, kata ibu itik dengan tersenyum manis. Ibu itik mulai mengajak Shinta dan Jojo untuk masuk ke dalam air. Pada awalnya mereka berdua merasa takut untuk masuk kedalam air tapi karena semangat dan motivasi dari ibu tercinta, Shinta dan Jojo dapat menghilangkan rasa takut tersebut. Dan pada akhirnya mereka berdua memberanikan diri untuk masuk ke dalam air. Dengan penuh kesabaran, ibu itik mengajari Shinta dan Jojo bagaimana cara berenang. Shinta dan Jojo memperhatikan betul dan melihat bagaimana cara ibunya berenang. Kemudian ibu itik menyuruh Shinta dan Jojo untuk mulai berenang. “Anak-anakku tadi kan kalian berdua sudah melihat bagaimana cara ibu berenang, nah sekarang giliran kalian berdua untuk mencoba berenang”, kata ibu itik pada Shinta dan Jojo. “Tapi bu…………..!”, jawab Shinta dan Jojo dengan rasa takut dan gugup. “Kami takut bu………..!!!!!!!!!”, sambung mereka berdua. Kemudian Ibu Itik berkata,”sudahlah anak-anakku tidak apa-apa kan ada ibu disini? Ibu akan menjaga kalian berdua jadi kalian tenang saja. Kalau kalian tidak mau mencoba maka sampai kapanpun kalian tidak akan bisa berenang anak-anakku”. Setelah mendengar perkataan ibu itik, keberanian Shinta dan Jojo pun timbul dan secara perlahan mereka belajar untuk berenang. Pada awalnya mereka selalu tenggelam dan tenggelam ketika berenang tapi mereka berdua tidak putus asa dan tetap mencoba untuk berenang. Alhasil, usaha mereka berdua tidak sia-sia. Mereka berdua berhasil dan bisa berenang. Mereka sangat bahagia dan mengucapkan terima kasih kepada ibu tercinta. “Terima kasih ibu, ibu telah mengajari kami berenang tanpa rasa lelah dan putus asa”, ucap Shinta dan Jojo pada ibunya. Kemudian ibu itik berkata,”iya sama-sama anakku, ibu juga merasa bangga pada kalian karena kalian mau berusaha dan tidak mudah putus asa”. Mereka berenang kesana kemari dengan hati yang bergembira. Ibu itik terlihat sangat senang dan merasa bangga pada Shinta dan Jojo karena mereka mau berusaha dan tidak mudah putus asa. Akhirnya Shinta dan Jojo pun pandai berenang. Dan dengan begitu mereka berdua dapat membantu ibunya untuk mencari makanan. Keluarga itik itu pun hidup bahagia bersama selamanya.
Untuk mendapatkan sesuatu kalian harus selalu berusaha, tetap mencoba dan tidak boleh berputus asa meskipun seringkali kita mengalami kegagalan. Kita harus menjadikan kegagalan itu sebagai pengalaman dan menganggapnya sebagai keberhasilan yang tertunda. Karena dibalik kegagalan pasti ada keberhasilan dan kesuksesan. Jadi tetaplah berusaha dan sukses selalu”. ^_^

Itik Yang Buruk Rupa

Itik dilahirkan sempurna. Setelah sembilan bulan lebih beberapa hari dikandung di rahim sang ibu. Itik jadi pujaan keluarga besarnya karena ia cucu pertama. Itik dilimpahi kasih dan hidup dalam baluran tawa bahagia. Tapi beberapa tahun kemudian cucu selanjutnya lahirlah, dan itik tidak lagi jadi terlalu istimewa. Itik belum mengerti pada saat itu.Itik kecil senang berlari riang gembira kesana kemari. Tidak kenal perih. Tidak kenal sakit hati. Itik kecil selalu merasa berlebih. Berdiri dengan bangga. Mengambil perhatian teman teman seusianya, diinginkan kehadirannya dalam tiap ekspedisi mereka mulai dari mencari serangga hingga menciptakan rumah boneka. Dia tidak memikirkan yang lain lainnya, hanya merasa bahagia. Ayah ibunya mencintainya. Adiknya yang masih bayi jadi kebanggannya. Dia bahagia.Tapi bahkan kanak kanak tidak selamanya hatinya murni dan tidak bernoda. Memasuki masa remajanya itik melihat teman teman lelakinya satu persatu jadi berbeda, dan teman teman perempuannya mulai bermetamorfosa. Mereka jadi seperti angsa! Putih, cantik, anggun, mempesona. Angsa-angsa yang membuat lawan jenisnya memilih mereka. Angsa-angsa yang bisa terbang kesana kemari dengan bangga.Itik masih juga itik. Itik yang buruk rupa. Teman teman lelakinya tidak pernah ada yang meliriknya. Saat para gadis gadis angsa lainnya terkikik kikik membicarakan soal cinta pertamanya, itik diam dan mulai terasing. Ayah ibunya pun mulai berbeda. Mereka mulai tidak saling bicara, dan tidak menegurnya. Mereka sibuk berpisah sendiri sendiri. Itik tidak tahu dia ada dimana. Apakah ada di tengah. Apakah bahkan tidak ada dalam lingkaran lingkaran yang pesat berputar di sekelilingnya. Memasuki masa remaja akhir itik buruk rupa semakin merasa ada yang salah. Di tengah orang orang yang katanya sahabatnya itik merasa sangat berbeda. Mereka dan dia tidak sama! Mereka tidak akan pernah mengerti dirinya. Mereka yang angsa dan selalu dipilih para lelaki. Mereka yang tidak pernah sendiri. Mereka yang lahir dari dua angsa jantan dan betina yang tidak akan pernah terpisahkan dan berlawanan. Itik buruk rupa jadi murka. Kehidupan tidak pernah berpihak padanya. Itik memulai memusuhi sahabatnya dalam diamnya. Itik mulai sering memperlihatkan temperamen buruknya dan mengamuk ngamuk bagaikan itik buruk rupa yang menggeliat berkecipak. Hal yang tidak akan pernah dilakukan para angsa. Itik benci melihat kaca. Itik benci melihat pantulan dirinya yang selalu saja buruk rupa. Itik memang berbeda. Dia tau itu dan tidak bisa merubahnya. Itik merasa tidak diterima. Satu hari kehidupan mulai memberi celah buat itik. Ada seseorang yang katanya datang buatnya. Itik bahagia. Sesaat itik merasa bahwa mungkin sekarang dia sudah jadi angsa, karena akhirnya orang itu memilihnya. Tapi ternyata orang itu pergi lagi. Dan bukan hanya sekali. Berkali kali. Itik muak. Itik buruk rupa ingin berhenti dan menyepi dalam keitikan dan keburukrupaan. Itik mencela sahabatnya yang pernah berkata dulu kala padanya bahwa suatu hari akan tiba waktunya ada seseorang yang tidak akan melihatnya sebagai itik yang merasa buruk rupa, tapi sebagai diri manusia apa adanya. Itik kecewa. Yang dinantinya takkan tiba.Itik buruk rupa coba lanjutkan kehidupannya. Sebagai itik. Itik yang ada di luar lingkaran. Itik buruk rupa yang tidak akan pernah jadi angsa. Itik buruk rupa yang berbeda. Itik yang tidak mau peduli pada dunia. Itik yang memilih jalannya sendiri.Tapi hari itu itik bertemu. Dengan dia, yang bukan itik, bukan angsa, tetap manusia biasa, tapi dia juga berbeda. Sama sama tidak merasa bagian dari lingkaran mana juga. Sama sama tidak akan pernah jadi mereka. Sama-sama seperti si itik buruk rupa. Itik merasa memahami, dan anehnya buat pertama kalinya, dipahami. Tapi dia tidak menolak dunia, dia jadi bagiannya, dalam bedanya. Dia tidak merasa murka, dia cuma tetap menjadi dirinya. Dia yang beda.Untuk pertama kalinya itik sadar. Selamanya itik tidak akan pernah jadi angsa. Selamanya dia akan jadi itik. Mungkin selamanya itik tidak akan pernah bisa jadi sesuai apa yang sebenarnya diharapkan mereka darinya. Dia cuma itik. Tapi dia tidak sedemikiannya buruk rupa. Dia cuma berbeda. Dan tidak ada yang dosa dengan jadi berbeda. Tidak ada salahnya. Dia hanya perlu lebih mencintai dirinya yang berbeda, dan kemudian dia akan jadi sama dengan angsa angsa yang dikaguminya, berharga.Itik dan dia yang juga berbeda berjalan bersama dalam beda. Dua yang sama sekali bukan angsa dan tidak akan pernah jadi angsa. Itik tidak terlalu peduli arahnya kemana. Tapi itik tahu bahwa jalannya sudah benar. Itik sudah bisa menerima dirinya.Itik yang sama sekali tidak buruk rupa itu bahagia.

Harapan Yang Tak Pernah Sirna

Malam begitu dingin, sepi hiruk pikuk kendaraan di siang hari, kini lenyap seakan-akan ditelan bumi, hanya gerimis satu-satu yang sejak sore turun masih terdengar. Seketika itupun Aku teringat sesosok ibuku yang telah meninggalkanku lima tahun yang lalu. Aku merasa sedih ketika harus mengingat kejadian itu, dadaku seperti ditusuk seribu belati terasa sangat menyakitkan. Hari ini pun Aku mengalaminya untuk yang kedua kali, Ayahku yang selama ini telah menjadi pengganti sosok ibu bagiku telah mengorbankan nyawanya di tengah padang peperangan. Andai saja Aku bisa berkata “jangan” untuk melawan takdir agar tidak mengambil bayanganmu,candamu,apalagi untuk kepergianmu. Tapi apa dayaku, itu semua adalah kehendak Yang Maha Kuasa. Dia jualah yang menentukan apa dan bagaimana nasib segala makhluk ciptaan-Nya, tak terkecuali diriku.
“Hijau” warna seragam itu lengkap dengan tanda jasanya, kini tinggallah kenangan bagiku. Semangat hidup terpancar dari warnanya seolah mengajakku untuk membela tanah airku sampai titik darah penghabisan. Dan siapapun yang mengenakannya pasti akan merasa bangga. Begitu juga dengan Ayahku, beliau terlihat sangat gagah dan perkasa.
Entah darimana awalnya, tiba-tiba terlintas dalam ingatanku sewaktu kuperlihatkan raport kenaikan kelasku pada Ayah.”Yah, lihat nih nilai raport,Dita,baguskan?,”Tanyaku sembari duduk didekatnya.”Wah, hebat betul sekarang putri Ayah.”Ujar Ayah dengan senyum dan belaian tangannya, Aku dipeluknya.”Apa cita-citamu?” tanya Ayah penuh penasaran. Dengan penuh percaya diri Aku menjawab,”Aku ingin menjadi KOWAD.” Itulah ucapanku mantap ketika ayah tanya cita-citaku setelah lulus SMA nanti. “Kepribadian yang tegar,kuat dan tabah,tapi terkandung kasih sayang yang tiada taranya untuk membela nusa dan bangsa serta keluarga”, jawabku tatkala Ayah bertanya mengapa memilih cita-citaku itu. Hidupku terasa hampa tanpa kehadiran kedua orangtuaku di sisiku.
“Dita, makan dulu,Nduk!” tepukkan lembut di bahuku mengejutkanku. “Bibi”, ujarku sembari tersenyum padanya. “Sudahlah,Nduk!yang pergi tidak usah ditangisi lagi. Kalau Ayah dan Ibu melihatmu begini,pasti mereka akan sangat sedih. Kamu tiadak boleh lemah, kamu harus menjadi perempuan yang kuat dan tegar. Apa kamu tidak ingat dengan janjimu dulu kepada Ayah? Kamu harus menepati janji itu,Nduk. Jangan sampai harapan itu sirna,Nduk!”,kata-kata Bibi mencoba menguatkanku. “Tapi,Bi?”, air mataku terurai. Kemudian bibi memelukku. Dalam dekapannya Aku berjanji akan menggapai cita-citaku demi kedua orangtuaku.
Hari, bulan, tahun telah berlalu. Tak terasa aku telah duduk di bangku kelas 3.Hal ini seakan memicu semangatku untuk mengejar cit-citaku menjadi seorang “KOWAD”. Seiring berjalannya waktu ujian akhir telah usai. Kini Aku tinggal menunggu hasil kerja kerasku selama 3 tahun.
“Dita, ada tamu, tuh” kata Bibi sambil membangunkanku. “Cakep”, ledeknya lagi. Kata-kata Bibi membuatku penasaran, sebenarnya siapa gerangan yang datang. Dan betapa terkejutnya Aku, setelah melihat seseorang berdiri memakai seragam lengkap seperti ayahku dulu. Aku sangat terkesima melihat kegagahan seorang pria itu. Seolah-olah Aku melihat bayangan Ayah didalam tubuhnya. “Sebenarnya siapa kakak ini?Apa saya mengenal kakak?”, tauyaku terpatah-patah karena gugup. Kemudian pria itu membalikkan badannya. Aku betambah gugup. “Kamu Dita kan?”, tanya pria itu. Dengan tersenyum kuulurkan tanganku yang di sambutnya segera. “Perkenalkan saya Fahmi Syaifudin Zuhri, Adik bisa memanggilku Fahmi atau Zuhri pokoknya terserah Adik saja.” Aku menjadi tambah bingung mengapa dia mengenalku. “Lho Dik, kok bengong? Saya tidak di suruh duduk?”, ucapnya mengagetkanku.”oh….oh…ya… silahkan duduk Kak Fahmi!” jawabku terkejut. “Nah,begitu donk?”, katanya sambil tersenyum.
“Sebenarnya saya adalah kakak Ida, teman sekelasmu atau katakanlah teman dekatmu. Yah, mungkin Saya membuat Adik Dita bingung. Tapi, bagi Saya Adik Dita sudah lama Saya kenal walaupun tanya lewat Ida. Jujur, Saya sangat mengagumimu, Dik!”, ujarnya. Aku tersipu malu setelah mendengar kata-kata Kak Fahmi. Tak di sangka Ida mempunyai seorang kakak AKBRI.
“Maaf, kalau Kakak membuat Adik bingung!”, ujarnya dengan wajah memelas. “Tidak…tidak apa-apa Kak.” Jawabku cepat. Lalu dia kembali menceritakan pengalamannya menjadi seorang AKABRI. Tiba-tiba, Kak Fahmi m,enawarkan Aku untuk menjadi seorang AKABRI. Sepertinya dia tahu kalau Aku juga ingin menjadi seorang AKABRI sepertinya. Bagai mendapat durian runtuh, Aku menerima tawarannya.
Hari-hari yang dulunya sangat me,mbosankan, kini menjadi lebih berwarna semenjak kedatangan Kak Fahmi. Tidak terasa hari pengumuman ujian akhir telah tiba. Aku dan Ida pergi ke sekolah untuk melihat pengumuman kelulusan. Tanpa sadar, tepat pukul 13.45 Aku sampai di sekolah. 15 menit, sebelum pengumuman, debar jantungku seolah berhenti. Setelah mencoba tenang, hasilpun tiba. Betapa bahagianya Aku, berhasil dan memuaskan. Nilai ujiaku sangat baik begitu juga dengan Ida. Dengan perasaan bahagia, Aku pulang dan memberitahu Bibi. Bibi sangat senang sekali. “Ternyata tidak sia-sia usahamu selama ini,Nduk!”, Kata Bibi dengan bangga.
“Ting…tong….’’bunyi bel di depan rumah. Betapa bahagia dan terkejutnya Aku, Kak Fahmi datang dengan membawakan seikat mawar putih dan senyuman yang begitu manis. “Selamat, Dik!”katanya. “Terima kasih, Kak!”, ujarku pula. Setelah duduk dan berbincang-bincang, iapun pamit.
Waktu liburan panjang terasa begitu cepat karena Kak Fahmi selalu menemaniku. Sampai suatu hari, Kak Fahmi memberitehuku bahwa pendaftaran AKABRI telah dibuka. Aku dan Kak Fahmi mempersiapkan segala sesuatu yang di butuhkan.
Saat-saat test telah kulalui, meskipun banyak rintangan dan saingan yang Aku hadapi. Tetapi berkay doa dan dukungan dari orang-orang yang Aku cintai, Aku mampu melewatinya. Bibi, Kak Fahmi, dan Ida selalu mendukungku. Sampai akhirnya Aku di terima mnjadi seorang AKABRI.
Allah Maha Pengasih dan Pemurah, Allah telah mengabulkan semua doaku. “Cita-citaku telah tercapai Ayah!”, bisikku dalam hati. Dengan lambaian tangan dan linangan air mata dari orang-orang yang kukasihi, Aku meninggalkan mereka untuk mengejar cita-citaku. Dan Kak Fahmi akan selalu setia untuk menungguku kembali.

Diantara Dua Pilihan

Awal kisah aku mulai ketika aku lulus SMA. Hal ini berhubungan dengan kemana aku harus melanjutkan pendidikanku setelah lulus SMA. Sebenarnya dalam penentuan aku ingin melanjutkan pendidikanku kemana bukanlah hal yang sulit karena sejak kecil aku sudah bercita-cita untuk menjadi seorang guru SD atau kalau tidak menjadi seorang perawat. Kedua profesi itu memang sudah aku cita-citakan dari kecil. Karena aku melihat sosok seorang guru merupakan sosok yang paling berwibawa dan sangat berperan penting dalam hal pendidikan, apalagi seorang guru SD. Guru SD merupakan tonggak utama dalam bidang pendidikan. Bayangkan saja apabila tidak ada seorang guru SD, maka akan jadi apa kita sebagai generasi penerus bangsa. Guru SD lah yang mengajarkan pelajaran dasar pada kita semua. Mulai dari membaca, menulis, berhitung, dan pelajaran dasar lainnya. Tidak akan ada seorang presiden, menteri, DPR, MPR, dokter dan orang-orang penting lainnya yang memiliki kedudukan tinggi. Semua profesi tersebut dapat muncul karena adanya seorang guru SD yang berperan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga menghasilkan generasi-generasi yang berprestasi dan berkompeten. Itulah sebabnya mengapa aku ingin sekali menjadi seorang guru SD. Sedangkan aku melihat sosok seorang perawat bagaikan penyelamat nyawa bagi semua orang. Apa jadinya seorang dokter ketika tidak ada seorang perawat yang membantunya dalam mengobati semua pasien yang ada. Seorang dokter tidak akan bisa melakukan semua itu sendirian. Dokter membutuhkan tenaga perawat untuk membantu pekerjaannya. Begitu juga alasanku mengapa aku ingin menjadi seorang perawat. Sebenarnya semua pekerjaan itu baik dan memiliki kelebihan sendiri-sendiri dalam bidangnya tapi kedua pekerjaan itulah yang aku pilih yakni menjadi seorang guru SD dan perawat.
Setelah lulus SMA aku sudah memiliki rencana akan melanjutkan ke salah satu universitas negeri di Surabaya yakni UNESA. Aku sudah mendaftar di UNESA yakni dengan mengambil jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) melalui jalur PMDK. Untuk bisa masuk ke universitas ini tidaklah mudah apalagi dengan mengambil jurusan PGSD. Aku harus mengikuti berbagai tahapan-tahapan tes untuk bisa lolos dan bisa masuk ke jurusan PGSD. Selain harus mengikuti berbagai macam tahapan tes tersebut, aku juga harus bersaing dengan beribu-ribu siswa lainnya yang berasal dari berbagai sekolah yang juga mengambil jurusan PGSD. Pertama-tama aku harus mengikuti tes tulis yang kemudian disusul dengan tes wawancara. Alhamdulillah tes tulis sudah terlewati dengan mudah. Kini tibalah untuk tes wawancara. Serangkaian tes tersebut sudah aku lewati kini tinggal menunggu pengumuman. Beberapa minggu kemudian pengumuman tes PMDK pun diumumkan. Hatiku deg-degan menungggu pengumuman tersebut. MENGECEWAKAN!!!!!!, aku tidak lolos PMDK. Aku merasa sangat kecewa. Sesampainya di rumah kedua orang tuaku menanyakan hasil tes tersebut. Pada awalnya aku masih belum siap untuk memberitahukan pada kedua orang tuaku kalau aku tidak lolos dalam tes tersebut tapi aku harus tetap mengatakannya meskipun mengecewakan. Dengan kebesaran hati dan dengan mengumpulkan semua keberanianku, aku mulai mengatakan pada kedua orang tuaku bahwa aku tidak lolos PMDK. Aku takut orang tuaku akan marah dan kecewa kalau aku tidak lolos dalam tes tersebut tapi semua dugaanku itu salah. Kedua orang tuaku tidak sedikitpun merasa marah dan kecewa tapi sebaliknya ayah dan ibuku selalu memberi semangat dan dukungan padaku. Kedua orang tuaku selalu berpesan padaku agar tidak mudah putus asa dan selalu berusaha. Asal kita mau berusaha dan bekerja keras pasti Allah SWT akan memberikan kemudahan pada kita. Kita manusia hanya bisa berusaha, berdoa dan bertawakkal kepada-Nya. Apabila kita sudah berusaha semaksimal mungkin dan masih mengalami kegagalan, maka kita hanya bisa pasrah kepada Allah karena Allah lah yang menentukan yang penting kita mau berusaha. Semua pesan kedua orang tuaku itu selalu aku ingat dan aku jadikan pedoman hidupku.
Setelah gagal dalam PMDK di UNESA, aku tidak menyerah begitu saja. Aku tetap melangkah maju melanjutkan pendidikanku. Meskipun tidak diterima di peguruan tinggi negeri masih banyak juga perguruan tinggi lainnya yang kualitasnya juga tidak kalah bagusnya dengan perguruan tinggi negeri. Hingga pada akhirnya ibuku memberi saran padaku untuk melanjutkan ke Universitas Kanjuruhan Malang dengan mengambil program studi PGSD dan melanjutkan ke POLTEKKES (Politeknik Kesehatan) Surabaya dengan mengambil program studi Kesehatan Analis. Meskipun ibuku memberi dua pilihan tersebut, ibuku lebih cenderung dan lebih menyarankanku untuk melanjutkan ke POLTEKKES Surabaya dengan program studi Kesehatan Analis. Hal ini dikarenakan ibu memiliki anggapan bahwa dalam mencari pekerjaan, bidang kesehatan akan cenderung lebih mudah memberi peluang pekerjaan bila dibandingkan dengan bidang pendidikan. Ibu memiliki anggapan tersebut karena hal ini sudah terbukti pada kakak keduaku yang berprofesi sebagai seorang perawat. Kakakku tersebut langsung mendapatkan pekerjaan setelah menyelesaikan program D3 keperawatannya. Sedangkan pada kakak ketigaku yang berprofesi sebagai seorang guru, dalam mendapatkan pekerjaan tidak semudah seperti kakakku yang berprofesi sebagai seorang perawat. Dari hal itulah ibu lebih menganjurkanku untuk melanjutkan studiku ke POLTEKKES Surabaya sebagai seorang analis. Aku bimbang dengan kedua pilihan tersebut. Tapi karena dari kecil aku bercita-cita ingin menjadi seorang guru maka aku lebih mantap untuk melanjutkan ke Universitas Kanjuruhan Malang dengan mengambil program studi PGSD. Awalnya ibu menghargai keputusanku itu tapi dengan berat hati tentunya. Sedangkan ayahku menyerahkan semua keputusan kepadaku, karena ayah beranggapan akulah yang menjalani maka dari itu ayah hanya bisa mendukungku untuk melakukan yang terbaik. Aku bingung dan bimbang bagaimana caranya agar tidak mengecewakan ibuku. Hingga pada akhirnya aku mendaftarkan diri di keduanya yakni di Universitas Kanjuruhan Malang dan POLTEKKES Surabaya. Ibupun mendukungku. Setelah mendaftarkan diri di masing-masing Perguruan Tinggu tersebut, kini aku tinggal menghadapi serangkaian tes yang diadakan di kedua Perguruan Tinggi tersebut. Kebetulan pada saat itu, POLTEKKES Surabaya melaksanakan tes terlebih dahulu dibandingkan Universitas Kanjuruhan Malang. Aku mulai menjalani serangkaian tes tulis dan tes kesehatan di POLTEKKES Surabaya. Tes tulis yang dilaksanakan di POLTEKKES Surabaya sangatlah sulit sehingga aku merasa pesimis bisa lolos. Setelah menjalani serangkaian tes tersebut, tinggallah aku menunggu pengumuman. Pengumumam di POLTEKKES Surabaya akan diumumkan tepat bersamaan pada saat aku melakukan tes tulis di Universitas Kanjuruhan. Pada saat pelaksanaan tes tulis di Universitas Kanjuruhan Malang, pada saat itulah aku menunggu pengumuman dari POLTEKKES Surabaya. Hatiku dalam kebimbangan saat itu, aku harus konsentrasi dalam mengerjakan ujian tulis di Universitas Kanjuruhan juga harus menunggu pengumumam dari POLTEKKES Surabaya. Hatiku kacau dan kalut saat itu. Pikiranku tidak pada ujian tulis itu tetapi pada pengumuman. Hingga akhirnya ujian tulis pun berakhir dan aku keluar kelas dengan perasaan yang bercampur aduk. Saat itu ayah lah yang mengantar dan menungguiku. Dari jauh terlihat ekspresi wajah ayah yang kelihatan senang dan sambil tersenyum padaku. Aku masih merasa bingung waktu itu, kenapa ayah menatapku seperti itu. Ketika aku mulai mendekat pada ayah tiba-tiba beliau berkata, “Alhamdulillah kamu LOLOS, Dit!”. Aku masih merasa bingung sebenarnya ayah berkata apa. Kemudian dengan perasaan bingung dan penasaran aku bertanya pada ayah,”LOLOS???? Lolos dalam hal apa ayah? Aku bingung!!!!!”. “Ya kamu lolos tes di POLTEKKES Surabaya kemarin anakku!, ujar ayahku. “Apa????? aku lolos tes kemarin?”, aku terkejut seketika itu. Antara percaya dan tidak percaya. Aku merasa senang dan masih tidak percaya kalau aku bisa lolos dalam tes tersebut, karena aku merasa pesimis waktu mengerjakan soal-soal tes itu. “Dit!!!!!”, suara ayah mengagetkanku saat itu. “Kamu kenapa Dit?, sahut ayah. “Tidak apa-apa ayah. Aku hanya merasa terkejut dan tidak percaya kalau aku bisa lolos tes itu, karena pada saat mengerjakan soal-soal itu aku hanya menggunakan ilmu kebatinan, hahahahaha”, jawabku dengan tertawa. “Ya sudahlah Dit kamu harus bersyukur atas semua itu. Ayah merasa bangga kamu bisa lolos!”, jawab ayah. “Iya ayah, ALHAMDULILLAH. Lalu bagaimana dengan ibu? Apakah ibu sudah mengetahuinya?”, tanyaku. “Sudah! Lha ayah tahu berita ini kan dari ibu dan kakakmu di rumah. Tadi kakakmu menelepon ayah dan memberi tahu hal ini!”, kata ayah. “Jadi begitu! Alhamdulillah ya yah aku bisa lolos?”, kataku. “Iya Dit, Alhamdulillah. Ibumu di rumah tadi terdengar sangat bahagia dan bangga padamu”, sahut ayahku sambil tersenyum. “Lalu bagaimana dengan tesmu ini tadi? Lancarkah?”, ayah kembali bertanya. “Alhamdulillah ayah lancar meskipun tadi ada sedikit kesulitan tapi bisa aku atasi, hehehehehe!”, jawabku dengan tertawa. “Alhamdulillah kalau tadi kamu diberi kelancaran oleh Allah SWT. Ya sudah ayo kita pulang!”, kata ayah. “Ayo ayah, aku juga sudah lapar. Pusing tadi habis kerjakan soal-soal itu”, kataku sambil mengeluh. Kemudian kami berdua pulang.
Keesokan harinya aku di antar kakakku kembali ke Universitas Kanjuruhan untuk melihat dan menerima hasil pengumuman tes tulis kemarin. Kali ini ayah tidak bisa mengantarku karena harus bekerja. Apabila lolos dalam tes tulis, maka selanjutnya harus mengikuti tes kesehatan yang kemudian dilanjutkan dengan tes microteaching. Kami seluruh peserta tes dikumpulkan jadi satu di sebuah aula yang sangat besar. Disitulah kami akan menerima hasil tes berupa lembaran yang beramplop dan di lembaran itu berisikan apakah kita semua peserta tes bisa lolos atau tidak. Bagi peserta yang lolos tes tulis, maka pada saat itu pula kami semua peserta yang lolos akan menjalani tes kesehatan. Panitia yang bertugas memulai acara pembagian amplop yang berisikan hasil tes tulis itu. Hatiku mulai deg-degan dan aku pun mulai berkeringat karena gugup. Satu persatu peserta mulai menerima amplop tersebut. Lama aku menunggu giliranku untuk menerima amplop tersebut. Hingga akhirnya saat itu pun tiba. Aku menerima amplop putih itu. Dengan tangan yang bergetar dan berkeringat aku mulai membuka amplop itu. Aku takut melihat isi amplop itu. Dengan mengumpulkan semua keberanian yang ada aku mulai mengambil kertas yang ada dalam amplop. Aku mulai melihat isi amplop itu dan aku merasa kaget dan terkejut ketika melihat sebuah tulisan “LULUS”. Aku merasa terharu, bahagia, senang, kaget dan semuanya lah. Perasaanku bercampur aduk. Aku menangis bahagia karena aku merasa senang bisa lolos tes itu. Tanpa henti-hentinya aku mengucap kata syukur kepada Allah SWT karena ridho Allah aku bisa berjuang sampai sini. Aku bisa lolos. “Akhirnya aku bisa menjadi seorang guru SD”, gumamku dalam hati. Tapi perjuanganku tidak hanya sampai sini, aku harus melakukan serangkaian tes lagi yakni tes kesehatan dan tes microteaching. Setelah mengetahui aku lolos dalam tes tulis itu, dengan segera aku memberitahu kakakku yang menungguku di luar aula. Betapa senangnya kakakku mendengar berita itu. Tanpa menunggu lama, kakak dengan segera memberitahu keluarga di rumah. Ayah, ibu, dan kakak-kakak di rumah ikut merasa senang dan bangga. Setelah mengetahui hasilnya, kami semua peserta yang lolos tes tulis kini harus mengikuti tes kesehatan. Kemudian kami semua melakukan serangkaian tes kesehatan. Kemudian untuk tes microteaching akan dilaksanakan 3 hari kemudian setelah pengumuman tes tulis dan tes kesehatan itu. Dari sinilah timbul sebuah masalah besar antara aku dan ibuku. Kelolosanku di kedua Perguruan Tinggi itu menjadi awal timbulnya masalah antara aku dan ibuku.
Setelah itu aku mendapatkan pengumuman kalau tes kesehatan di POLTEKKES Surabaya akan dilaksanakan tepat bersamaan dengan pelaksanaan tes microteaching di Universitas Kanjuruhan Malang. Apabila aku tidak mengikuti tes kesehatan tersebut maka aku akan dianggap gugur meskipun akau telah lolos tes tulis waktu itu. Aku mulai bingung, bagaimana bisa aku berada di dua tempat sekaligus sedangkan aku hanya seorang diri. Aku bingung dan pusing. Kemudian aku memusyawarahkan dengan kedua orang tuaku dan semua kakakku. Aku harus mengikuti dan memilih yang mana. Kemudian ayahku berkata,”Kalau ayah ya terserah yang menjalani, kalau Dita lebih mantap di PGSD ya ikut tes microteaching yang di Kanjuruhan saja tapi kalau mantap di kesehatan analis ya ikut tes kesehatan di POLTEKKES. Ayah terserah yang menjalani saja, nanti kalau dipaksakan hasilnya tidak akan maksimal. Nanti kamu menjalaninya tidak akan dengan sepenuh hati”. Ayahku bertanya, “Lha Dita lebih mantap yang mana lho?”. “Kalau Dita ya pengennya jadi guru soalnya kan cita-cita Dita dari dulu ingin menjadi sorang guru?”, jawabku dengan rasa penuh percaya diri. “Tapi Dita terserah sama ayah dan ibu saja, bagaimana baiknya. Tadi kan ayah sudah berpendapat, bagaimana dengan ibu?”, tanyaku kembali. Kemudian ibu menjawab, “Kalau ibu ya inginnya kamu di kesehatan saja. Seperti yang kamu ketahui juga, kalau di kesehatan itu lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Seperti kakakmu Yeti, kakak dengan cepat memperoleh pekerjaan setelah menyelesaikan D3 keperawatannya. Selain itu, gajinya juga lebih besar bila dibandingkan dengan guru. Itu pendapat ibu”. “Iya adek, kamu di kesehatan saja. Kamu sudah lihat sendiri kan sekarang kakak sudah bekerja?”, sahut kak Yeti, kakak keduaku yang menjadi seorang perawat. Aku hanya terdiam mendengar perkataan ibu dan kak Yeti. “Kalau kak Wulan lebih setuju dengan pendapat ayah. Lebih baik kalau kamu mengikuti kata hatimu. Kakak mendukung semua keputusanmu”, sahut kak Wulan, kakak ketigaku yang menjadi seorang guru. Perkataan kak Wulan kembali membangkitkan semangatku yang ingin menjadi seorang guru. “Tapi ini semua tergantung pada kamu Dita! Kita orang tua hanya bisa mendukung dan memberikan saran. Ya sudah kamu pikir-pikir lagi, kamu lebih nyaman dimana”, sambung ayahku. “Iya ayah!”, sahutku.
Beberapa hari sebelum semua tes yang dilaksanakan oleh kedua Perguruan Tinggi itu tiba, aku berpikir dan berpikir. Apa yang harus aku lakukan. Ibu ingin aku menjadi seorang analis sedangkan cita-citaku ingin menjadi seorang guru. Keinginan ibuku bertolak belakang dengan apa yang aku inginkan. Di sisi lain aku tidak mau membuat kecewa ibuku tapi di sisi lain aku ingin menentukan pilihanku sendiri yang sesuai dengan cita-citaku. Aku bingung, hingga pada akhirnya aku meminta petunjuk pada Allah SWT, mana yang harus aku pilih. Sehari sebelum pelaksanaan tes tiba, hatiku semakin mantap untuk melanjutkan pendidikanku untuk menjadi seorang guru. Setelah aku sudah benar-benar merasa mantap, aku memberanikan diri untuk mengungkapkan keinginannku kepada ayah dan ibu. Aku memulai pembicaraan dengan mengutarakan keinginanku ingin melanjutkan kemana. “Ayah dan Ibu, Dita ingin bicara sesuatu mengenai kemana Dita akan melanjutkan kuliah Dita”, ungkapku dengan agak gugup. “Silahkan Dita, memangnya kamu mau melanjutkan kemana?”, sahut ayahku. “Dita ingin melanjutkan kuliah ke Universitas Kanjuruhan saja ayah, karena Dita merasa lebih mantap dan ingin sekali menjadi seorang guru!”, jawabku. “Baiklah kalau itu memang keputusan Dita, ayah hanya bisa mendukung dan memberikan semangat sekaligus motivasi pada kamu agar kamu bisa melaksanakan keputusan yang kamu ambil dengan penuh tanggung jawab!”, kata ayahku. “Iya ayah! Terimakasih ayah sudah mendukung keputusan Dita”, sahutku kembali. Ketika itu, ibuku hanya terdiam mendengar percakapan antara aku dan ayah. Aku sama sekali tidak berani sedikitpun menatap wajah ibuku. Raut muka ibu langsung berubah ketika mendengar aku berkata kalau aku ingin menjadi seorang guru. Tapi demi mendapatkan restu ibu, aku mulai memberanikan diri untuk bertanya pendapat ibu mengenai keputusanku itu meskipun aku sudah mengetahui apan jawaban ibu nantinya. “Bagaimana menurut ibu dengan keputusan Dita yang ingin melanjutkan ke Kanjuruhan saja?”, tanyaku. Lama ibu tidak menjawab pertanyaanku hingga akhirnya ibu berkata, “Ya sudah kalau itu memang keputusanmu. Ibu harus bagaimana lagi? Ibu sudah menganjurkan kamu untuk melanjutkan ke POLTEKKES saja tapi kamu bersikeras untuk melanjutkan ke Kanjuruhan. Padahal apa yang ibu katakana itu demi kebaikan kamu nantinya. Kalu kamu melanjutkan ke POLTEKKES pasti nantinya kehidupan kamu akan lebih baik. Dengan mudah kamu akan mendapatkan pekerjaan bila kamu melanjutkan kesana. Tapi ya terserah kamu saja, pokoknya ibu sudah memberi tahu dan menyarankan. Kalau kamu tidak mau mendengarkan dan melaksanakannya ya sudah!”, jawab ibuku dengan raut muka yang terlihat marah dan kecewa padaku. aku hanya terdiam membisu dan tak bisa berkata apa-apa lagi. Aku takut melihat ibu marah sekaligus sedih, mengapa ibu tidak mendukungku seperti ayah yang menghargai dan mendukung keputusanku. “Ya sudahlah bu! Itu kan memang sudah keputusan Dita yang ingin menjadi seorang guru. Kita sebagai orang tua hanya bisa mendukung dan memotivasinya agar dia lebih bersemangat lagi. Kalau kita memaksakan kehendak kita pada anak kita, pasti nanti hasilnya tidaka akan memuaskan bahkan mungkin akan menjadi buruk karena dia melakukan hal yanga tidak sesuai dengan keinginannya. Jadi ayah harap ibu bisa menghargai dan menerima keputusan Dita itu, ya bu?”, kata ayahku sambil membujuk ibu. Tapi perkataan ayah tidak bisa meluluhkan hati ibu yang menginginkan aku agar aku melanjutkan kuliahku di POLTEKKES. Tanpa berkata apapun, seketika itu ibu meninggalkan aku dan ayah. Aku sedih dan menangis waktu itu. Mengapa ibu begitu keras kepala dan tidak mau menerima dan mendukung keputusanku. Ayah mencoba untuk bersikap bijaksana. Beliau mencoba untuk menenangkanku juga ibu. Semalaman aku tidak bisa tidur memikirkan ibuku juga memikirkan kalau besok paginya aku akan melaksanakan tes microteaching. Aku berusaha semaksimal mungkin mempersiapkan diri untuk tes itu. Supaya nantinya aku bisa lolos.
Saat tes microteaching pun tiba. Aku berangkat ke Malang di antar kak Wulan. Aku meminta doa restu pada ayah dan ibu agar nanti pada saat pelaksanaan tes microteaching aku diberi kemudahan dan bisa lolos. Ayah mendoakanku sebelum aku berangkat, tapi tidak dengan ibu. Ibu hanya diam melihat kepergianku ke Malang untuk mengikuti tes. Aku merasa sangat sedih melihat sikap ibuku itu. Tapi aku tidak boleh menyerah. Aku harus tetap semangat dan membuktikan pada kedua orang tuaku bahwa keputusan yang aku ambil ini dapat aku pertanggung jawabkan. Aku akan membuktikan pada ibuku bahwa aku bisa berhasil dan sukses. Meski tanpa restu ibu, aku tetap pergi dan mengikuti tes itu. Hingga akhirnya aku tiba di Malang dan mengikuti tes microteaching itu. Awalnya aku merasa tidak percaya diri, tapi karena semangat yang akau dapat dari ayah dan kak Wulan dengan mudah aku melewati tes microteching tersebut. Pengumuman tes akan diumumkan seminggu pelaksanaan tes. Setelah pelaksanaan tes tersebut, aku dan kakak pulang. Sikap ibu tetap dingin padaku. Aku mencoba untuk menyapa ibu tapi ibu tetap saja diam dan tidak menghiraukanku. Aku berusaha tetap sabar dan tabah menerima perlakuan ibu padaku. Lama-lama kesabaranku habis dan aku tak sanggup lagi membendung rasa sedihku itu. Hari-hariku kulalui dengan kesedihan. Tiap hari aku menangis. Berharap agar hati ibu bisa luluh dan mau memaafkanku. Tapi semuanya sia-sia saja. Ibu dengan keras hati tetap mendiamkanku tanpa berkomunikasi sedikitpun denganku. Entah itu bertanya padaku sudah makan apa belum atau apalah, tidak sama sekali. Baru kali ini aku melihat ibu semarah itu padaku. Tiap hari aku menangis tapi aku berusaha menyembunyikan rasa sedihku itu dari ayah dan kakak-kakakku seolah-olah tidak ada masalah. Tapi sepandai-pandainya bangkai disembunyikan tetap saja tercium baunya. Ketika itu aku menangis dan mengurung diri di kamar. Aku tidak sanggup lagi menerima perlakuan ibu yang selalu bersikap dingin padaku. pada saat itu ayah dan kak Wulan memergokiku menangis. Ayah tidak tega melihatku begitu terus. Hingga akhirnya ayah menegur ibu agar ibu tidak bersikap seperti itu padaku. Tapi apa yang terjadi, pertengkaran antara ayah dan ibu pun terjadi. Ayah berusaha membelaku sedangkan ibu tetap pada pendiriannya. Hatiku bertambah sedih melihat ayah dan ibu bertengkar seperti itu. Semuanya gara-gara aku. Aku menjadi lebuh merasa bersalah karena itu. Bukannya memperbaiki keadaan tapi malah menjadi semakin buruk. Kini, selain aku dan ibu yang berseteru, ayah juga ikut-ikutan berseteru dengan ibu.
Pengumuman microteaching pun telah diumumkan. Aku bergegas pergi ke Warnet (Warung Internet) karena pengumuman diumumkan secara on line. Aku diantar kak Wulan pergi ke Warnet. Dari rumah hatiku sudah deg-degan dan berpikiran yang macam-macam. Hingga pada akhirnya aku mulai on line dan melihat pengumuman itu. Betapa kagetnya aku. Namaku tercantum di tabel yang menyatakan aku “LOLOS”. Aku tertawa kegirangan, begitu juga dengan kak Wulan. Rasa bahagia itu sedikit membuatku lupa dengan masalahku dengan ibu. Setelah melihat pengumuman itu, aku dan kak wulan bergegas untuk pulang dan memberitahu pada ayah dan ibu bahwa aku LOLOS dan diterima sebagai salah satu mahasiswa PGSD di Universitas Kanjuruhan. Sesampainya di rumah aku memberitahu pada ayah dan ibuku. Ayah terlihat sangat senang dan bangga padaku karena aku telah lolos. Ibuku juga terlihat senang tapi ibu berusaha menyembunyikannya dariku. Aku tidak tahu mungkin ibu masih marah dan kecewa padaku.
Setelah aku dinyatakan lolos dalam pengumuman itu, aku dan ayah segera mencari sebuah kosan untuk aku tinggal nantinya selama aku menempuh pendidikan di Universitas Kanjuruhan Malang. Aku dan ayah berpamitan pada ibu untuk mencari sebuah kosan tapi sikap ibu tetap saja dingin dan cuek padaku. Kami pun berangkat ke Malang. Sesampainya di Malang aku dan ayah mencari sebuah kosan dan akhirnya dapatlah aku sebuah kosan yang lumayan bagus dan nyaman untuk ditinggali. Tempatnya juga sangat strategis. Kosanku itu terletak di Kepuh Gang 1A dan lumayan dekat juga dengan kampus. Setelah mendapatkan kosan, aku memberi kabar pada ibu. Tapi apa yang terjadi, ibu tidak begitu meresponku. Ibu seperti tidak mau tahu apa yang aku lakukan. Aku benar-benar sangat sedih mengapa sikap ibu tetap saja dingin padaku. Aku kira dengan aku diterima di Universitas Kanjuruhan Malang sikap ibu akan berubah padaku karena aku sudah membuktikan bahwa aku bisa.
Hampir beberapa bulan aku di rumah. Tidak ada hal yang bisa aku lakukan. Aku hanya menuggu pengumuman selanjutnya sambil menunggu dilakanakannya OSPEC sebagai salah satu syarat penerimaan Mahasiswa Baru. Aku tak menyangka dan tak menduga, sikap ibu sedikit demi sedikit mulai berubah dan kembali seperti dulu. Ibu sudah bisa menerima keputusanku dan mau memaafkanku. Ibu mau mendukungku dan ibu menyadari bahwa segala hal yang dipaksaka pasti hasilnya tidak akan maksimal. Keadaan keluargaku pun kembali normal. Tidak ada lagi konflik yang terjadi. Hingga saat ini ayah dan ibu selalu mendukung dan memberiku semangat. Oleh sebab itu, aku harus selalu berusaha untuk membanggakan kedua orang tuaku dan berusaha untuk tidak mengecewakan kedua orang tuaku. Aku harus bisa membuktikan kepada kedua orang tuaku terutama pada ibuku bahwa aku mampu dalam bidang ini dan aku mampu mempertanggung jawabakan atas semua tindakanku.

Tentukanlah pilihanmu berdasarkan kata hatimu dan pertanggung jawabkanlah pilihanmu tersebut. Jangan mudah menyerah dengan segala sesuatu yang kamu anggap benar. Asal sesuatu itu bersifat positif dan kamu mampu untuk mempertanggung jawabkannya. Kamu harus tetap berusaha dan pantang menyerah dalam menggapai semua cita-citamu”.

TETAP SEMANGAT ^_^